Selasa, 22 Maret 2011

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
1. Landasan Historis
Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit. Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya.
2. Landasan Kultural Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.
4. Landasan Filosofis Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Lampu Jalan Tenaga Surya

Lampu Jalan Tenaga Surya
LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM TENAGA SURYA (PJU-TS)
Lampu Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU-TS) adalah lampu penerangan jalan yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi listriknya. Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya ( PJU-TS ) sangat cocok digunakan untuk jalan-jalan di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh listrik PLN dan juga daerah-daerah yang mengalami krisis energi listrik terutama di daerah terpencil. Namun belakangan ini PJU Tenaga Surya juga marak diaplikasikan di daerah perkotaan seperti di kawasan jalan-jalan utama, jalan kawasan perumahan, halte bis, tempat parkir, pompa bensin (SPBU) dsb.
Penerangan Jalan Tenaga Surya merupakan sebuah alternatif yang murah dan hemat untuk digunakan sebagai sumber listrik penerangan karena menggunakan sumber energi gratis dan tak terbatas dari alam yaitu energi matahari. Menggunakan Modul/Panel Surya dengan lifetime hingga 25 tahun yang berfungsi menerima cahaya (sinar) matahari yang kemudian diubah menjadi listrik melalui proses photovoltaic. Lampu Jalan Tenaga Surya ( PJU Tenaga Surya) secara otomatis dapat mulai menyala pada sore hari dan padam pada pagi hari dengan perawatan yang mudah dan efisien selama bertahun tahun.Menggunakan Lampu LED jenis hi-power yang sangat terang, hemat energi dan tahan lama . Masa pemakaian Lampu LED bisa mencapai 50.000 jam dengan sumber daya DC. Dengan lamanya interval penggantian lampu berarti juga mengurangi frekuensi dan menghemat biaya operasional pemeliharaan untuk ongkos jasa penggantian bola lampunya saja. Baterai yang digunakan adalah baterai bebas perawatan (maintenance free) jenis VRLA dan tipe Deep Cycle.Dengan menggunakan perangkat ini, kita sudah memiliki sumber energi sendiri tanpa ketergantungan dengan pihak lain, hemat BBM, dan ramah lingkungan. PJU Tenaga Surya beroperasi secara mandiri dan tidak memerlukan kabel jaringan antar tiang sehingga installasinya menjadi sangat mudah, praktis, sangat ekonomis dan tentunya dapat terhindar dari black out total jika terjadi gangguan.
Lampu penerangan jalan (PJU) tenaga matahari mempunyai ketinggian tiang yang berbeda-beda, mulai dari 7 m s/d 9 m. Jarak antar tiang juga bervariasi mulai dari 15m s/d 40m. Jarak antar tiang tergantung ketinggian tiang, jenis lampu, dan cahaya yang dibutuhkan (brightness).
Secara keseluruhan sistem ini dirancang untuk penyediaan cahaya penerangan umum dengan sumber energi terbarukan, bebas biaya perawatan dan berumur ekonomis lama. Dengan sistem pemasangan yang cepat dan mudah, LPJU LED Tenaga Surya dapat menjadi solusi yang cepat dalam mengatasi kebutuhan penerangan jalan umum.

Keunggulan:
• Terang dan tahan lama
• Hemat energi
• Ramah lingkungan
• Bebas polusi
• Cepat dan mudah dalam pemasangan
• Hemat biaya perawatan
• Life time yang lama (lampu LED hingga 11 tahun & solar panel hingga 25 tahun)
• Cocok dipasang di segala lokasi
• Tersedia dengan daya mulai dari lampu dengan daya 15w (950Lm) -168w (14.558 Lm)

APLIKASI:
• Jalan umum
• Lampu taman
• Lampu penerangan daerah wisata
• Lampu dermaga
• Lampu lapangan parkir
• Lampu jalan raya terpencil
• Lampu jalan pedesaan
• Lampu lapangan olah raga • Area kampus
• Lingkungan perumahan
• Area SPBU
• Area pabrik
• Daerah pegunungan
• Daerah pantai
• Halte bus
KOMPONEN:
• Modul Solar Cell Mono/Polycrystalline
• Lampu LED/CFL + Cobra Head Lamp
• Charge Controller Automatic Timer
• Battery SLA/VLRA Deep Cycle Free Maintenance
• Battery Box
• Solar Panel Support
• Various Brackets
• Wiring Harnesses
• Manual Book

Artikel Kesehatan

Artikel Kesehatan
Teori-teori tentang Penuaan
Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek biologis pada proses menua, proses penuaan pada tingkat sel, proses penuaan menurut sisem tubuh, dan aspek psikologis pada proses penuaan.
Teori-teori tentang Penuaan
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang clikemukakan, namun tidak seinuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial.
Teori Biologis
Teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:
1. Teori jam genetik
Menurut Hayflick (1965), secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetik terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
2. Teori interaksi seluler
Bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan memengaruhi. Keadaan tubule akan baik-baik saja selama sel-sel berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian, maka akan terjadi kegagalan mekanisme feed-back di mana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi (Berger, 1994).
3. Teori mutagenesis somatik
Bahwa begitu terjadi pembelahan sel (mitosis), akan terjadi mutasi spontan yang terus-menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada kematian sel.
4. Teori eror katastrop
Bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan sintesis protein. Masing-masing eror akan saling menambah pada eror yang lainnya dan berkulminasi dalam eror yang bersifat katastrop (Kane, 1994).
5. Teori pemakaian dan keausan
Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan keausan (tear and wear), di mana tahun demi tahun hal ini berlangsung dan lama-kelamaan akan timbul deteriorasi.
Teori Psikososial
Adapun mengenai kelompok teori psikososial, berturut-turut dikemukakan beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Disengagement theory
Kelompok teori ini dimulai dare University of Chicago, yaitu Disengagement Theory, yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat mengalami disengagement dalam suatu mutual withdrawl (menarik diri). Memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk menyimpan lebih banyak aktivitas-aktivitas yang berfokus pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.
2. Teori aktivitas
Menekankan pentingnya peran serta dalam kegiatan masyarakat bagi kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila hal ini lulang, maka akan berakihat negatif terhadap kepuasan hidupnya. Ditekankan pula bahwa mutu dan jenis interaksi lebih menentukan daripada jumlah interaksi. Hasil studi serupa ternyata menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih berpengaruh daripada aktivitas formal. Kerja yang menyibukkan tidaklah meningkatkan self esteem seseorang, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lainlah yang lebih meningkatkan self esteem.
3. Teori kontinuitas
Berbeda dan kedua teori sebelumnya, di sini ditekankan pentingnya hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan hidup lansia. Menurut teori ini, ciri-ciri kepribadian individu berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama sebelum seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaran kepribadian itu juga bersifat dinamis dan berkembang secara kontinu. Dengan menerapkan teori ini, cara terbaik untuk meramal bagaimana seseorang dapat berhasil menyesuaikan diri adalah dengan mengetahui bagaimana orang itu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan selama hidupnya.
4. Teori subkultur
Pada teori subkultur (Rose, 1962) dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kehiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur. Akan tetapi, mereka ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas dan lebih banyak berinteraksi antar sesama mereka sendiri. Di kalangan lansia, status lebih ditekankan pada bagaimana tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil pekerjaan/pendidikan/ekonomi yang pernah dicapainya. Kelompok-kelompok lansia seperti ini bila terkoordinasi dengan baik dapat menyalurkan aspirasinya, di mana secara teoretis oleh Para pakar dikemukakan bahwa hubungan antar-peer group dapat meningkatkan proses penyesuaian pada masa lansia.
5. Teori stratifikasi usia
Teori ini yang dikemukakan oleh Riley (1972) yang menerangkan adanya saling ketergantungan antara usia dengan struktur sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut. (a) Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam bentuk kohor dalam artian sosial, biologis, dan psikologis. (b) Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki pengalaman dan selera tersendiri. (c) Suatu masyarakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata sesuai dengan lapisan usia dan peran. (d) Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu dan perannya dalam masing-masing strata. (e) Terdapat saling keterkaitan antara penuaan individu dengan perubahan sosial. Kesimpulannya adalah, lansia dan mayoritas masyarakat senantiasa saling memengaruhi dan selalu terjadi perubahan kohor inaupun perubahan dalam masyarakat.
6. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan
Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori ini, bahwa ada hubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya. Kompetensi di sini berupa segenap proses yang merupakan ciri fungsional individu, antara lain: kekuatan ego, keterampilan inotorik, kesehatan biologik, kapasitas kognitif, dan fungsi sensorik. Adapun lingkungan yang dimaksud mengenai potensinya untuk menimbulkan respons perilaku dari seseorang. Bahwa untuk tingkat kompetensi seseorang terdapat suatu tingkatan suasana/ tekanan lingkungan tertentu yang menguntungkan baginya. Orang yang berfungsi pada level kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan lingkungan yang rendah pula, dan sebaliknya. Suatu korelasi yang sering berlaku adalah semakin terganggu (cacat) seseorang, maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan semakin besar.

UUD 1945 & PERUBAHANNYA

UUD 1945 & PERUBAHANNYA
• Latar Belakang
Sebelum terjadinya perubahan atau amandemen atas UUD 1945, maka yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas 3 ( tiga ) bagian, yaitu :
1. Bagian Pembukaan, terdiri dari 4 alinea.
2. Bagian Batang Tubuh, terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan.
3. Bagian Penjelasan, yang meliputi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal.
Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi Pembukaan dan Batang Tubuh saja, sedangkan Penjelasan belum termasuk di dalamnya. Namun setelah naskah resminya dimuat dan di siarhkan dalam berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946. Penjelasan dimaksud telah menjadi bagian daripadanya, sehingga pengertian daripada UUD1954 seperti yang dinyatakan diatas meliputi Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya.
Adapun yang dimaksud dengan UNdang-UNdang Dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Maka sebagai hukum, Udang-Undang dasar itu mengikat, baik bagi pemeritah, setiap lembaga negara dan lembaga mesyarakat, serta mengikat bagi setiap warga Negara Indonesia dimana pun ia berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah Negara Republuk Indonesia.dan sebagian hukum, UUD itu berisikan norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
A. Pengertian
Undang – Undang Dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis.
Undang-Undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan 11 hukum dasar, dan sebagai hukum dasar, maka Undang-Undang Dasar itu sendiri merupakan sumber hukum.
Selain daripada Undang-Undang Dasar sebagai hukum Dasar tertulis, masih ada hukum lainnya yang tidak tertulis yaitu yang dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penye¬lenggaraan negara, meskipun tidak tertulis", yang dikenal dengan sebutan konvensi.
Apabila kita perhatikan isi daripada UUD 1945 bersifat singkat, yakni hanya berisikan sebanyak 37 Pasal, ditambah dengan 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Tambahan. Hal ini akan sangat berbeda apabila dibandingkan dengan UUD negara lain seperti misalnya UUD Philipina, demikian pula bila dibandingkan dengan Konstitusi RIS (1946) dan UUDS (1950). Selain bersifat singkat, UUD 1945 jugs bersifat supel. Sifat singkat dan supel dari UUD 1945 ini dinyatakan dalam Penjelasan, yang memuat alasan-alasan sebagai berikut:
1. UUD sudah cukup apabila memuat aturan-aturan pokok saja, yaitu hanya memuat garis-garis besar sebagai instruk¬si kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Sedangkan aturan-aturan yang me¬nyelenggarakan aturan-aturan pokok tersebut diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya mem¬hat, mengubah, dan mencabut.
2. Masyarakat dan negara Indonesia masih harus berkembang dan hidup secara dinamis, karena itu harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia, tidak perlu tergesa-gesa dalam memberikan kristalisasi, dan bentuk ( Gestaltung ) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
3. Sifat dari aturan yang tertulis itu mengikat, karena itu makin supel (elastis) sifat aturan itu akan makin baik, dan harus dijaga agar system UUD jangan sampai ketinggalan zaman.
Selain daripada penjelasan UUD 1945 juga menakankan pentingnya semangat dari para penyelenggara Negara dan pemimipin pemerintahan, karena meskipun di buat UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan namun apabila semangat para penyelenggara dan pimpinananya bersifat perorangan, UUD tadi tentu tidak akan ada artinya dalam praktik.sebaliknya meskipun UUD itu tidak sempurna , apabila semangat para penyelenggara pemerintah baik, UUD itu tentu akan merintangi jalannya Negara.
B. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD yang terdiri dari 4 alinea itu menjadi sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tek;id kinp..i Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan ciri moral yang ingin ditegakkan, balk dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungannya dengan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Tiap-tiap alinea dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, serta mengandung nilai-nilai universal dan lestari. Dikatakan mengandung nilai universal, karena mengandung nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradap diseluruh muka bumi, sedangkan dikatakan nilai Iestari, kiirvna mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap di landasan perjuangan bangsa dan negara, selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
• . Makna Tiap-tiap Alinea Pembukaan
a. Alinea Pertama Berbunyi:
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala hangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas du¬nia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri¬kemanusiaan dan perikeadilan".
Hal ini menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan me¬lawan penjajah. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka tetapi juga akan tetap herdin th barisan paling depan untuk menentang dan meng-hapus penjajahan di atas dunia.
'Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, sehingga harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan hak kemerde¬kannya yang merupakan hak asasinya. Di sinilah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Selain daripada itu alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan.
b. Alinea Kedua Berbunyi:
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".
”Alines ini menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian, yaitu:
1) Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan;
2) Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;
3) Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka.
c. Alinea Ketiga Berbunyi:
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan Iuhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menya¬takan dengan ini kemerdekaannya".
Hal ini bukan saja menegaskan kembali apa yang menjadi motivasi riil dan materiiI bangsa Indonesia untuk me¬nyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan/ kepercayaannya, menjadi motivasi spiritualnya, bahwa mak¬sud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diber¬kati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang bakesinambungan, antara kehidupan materiil dan spirituil, antara kehidupan di dunia dan di akhirat.
Alinea ini memuat motivasi spirituil yang luhur sertau pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan. Dan alines Ini juga menunjukkan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indone¬sia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.
d. Mimi Keempat Berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu peme¬tintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencer¬daskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kedamaian yang yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terben¬tuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berclasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakvatan yang dipim¬pin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat¬an/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan so¬sial bagi seluruh rakyat Indonesia'

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
A. PENGANTAR
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling menglengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat medasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjada pedoman. Norma-norma itu meliputi:
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu system peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber hukum.
Dengan demikian, pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu system nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.


B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang memyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsure indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa, dan kepercayaan.

C. PANCASILA SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL BAGI BANGSA DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hirarkis dan sistematis. Dalam pengertian itu maka pancasila merupakan suatu system filsafat sehingga kelima silanya memiliki esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaa, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Keutuhan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyataan dan Keadilan. Titik tolak pandangan itu Negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
2. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Meskipun pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaan terletak pada fakta sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis pelilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legimitasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
3. Makna Nilai-Nilai Setiap Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia. Merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunanya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.